Libertiekspress-,
Suhu politik tampaknya mulai memanas dan jika tidak cerdas menyikapi maka bisa di pastikan mengancam persatuan dan kesatuan rakyat karena isu kegagalan dan adu ide sangat rentan memicu beragam reaksi baik di dunia maya maupun di dunia nyata, geliat persaingan antara pendukung masing-masing bacalon sudah terasa, dan itu mulai dipertonton lewat celoteh ahli-ahli politik dadakan lewat media sosial.
Perbedaan pilihan politik menjadi bahan perbincangan yang memanas di media sosial maupun di kehidupan sehari-hari. Tak sedikit teman yang memutuskan hubungan pertemanan di sosial media karena beda pilihan politik. Pemilihan kepala daerah serentak kali ini tak jauh berbeda. Kericuhan Pemilu lebih terasa serunya di sosial media. Masing-masing pendukung bakal calon bupati, wali kota serta bakal calon gubernur dan wakil saling menghujat satu sama lain.
Kondisi dunia politik jelang Pemilihan kepala daerah serentak 2020 semakin parah dengan maraknya permainan politik identitas, jika di cermati , banyak hoaks maupun isu politik yang dikaitkan dengan suku, ras dan agama.
Perpecahan yang semakin lebar berkat provokasi hoaks cukup berbahaya bagi persepsi dan perilaku masyarakat. Meski ajang pemilihan kepala daerah hanya dilangsungkan lima tahun sekali, tapi dampaknya bisa sampai bertahun-tahun mendatang.
Kondisi ini semakin diperparah dengan sikap masyarakat yang masih mudah menerima informasi begitu saja dan langsung menganggapnya sebagai kebenaran tanpa melakukan cross-check terlebih dahulu. Hal ini tentu berbahaya bila dibiarkan berlarut-larut.
Perpecahan karena perbedaan pilihan politik juga semakin memanas dengan penggunaan sosial media sebagai ajang kampanye. Tak sedikit saudara kita yang berdebat di Facebook karena memiliki pilihan politik berbeda dan saling menjelekkan pilihan satu sama lain. Tak sedikit pesan hoaks yang disampaikan melalui sosial media berujung pada kekisruhan di dunia nyata.
Seharusnya, media sosial seperti Facebook, Twitter dan Instagram bisa menjadi sarana pendidikan politik yang sehat bukan pemecah belah. Pendidikan politik dan nasionalisme sudah sewajarnya diperkenalkan kembali di sekolah maupun di masyarakat.
Akan lebih baik apabila kita mulai meninggalkan politik identitas. Politik ini hanya memecah belah persatuan yang sudah terjaga selama puluhan tahun. Indonesia ini sangat majemuk, jangan sampai terpecah belah hanya karena pilihan politik yang berbeda. Apabila ingin bersaing, bersainglah secara sehat dengan memaparkan visi misi masing-masing calon kepala daerah.
Kita juga perlu menyadari ajang pemilihan kepala daerah hanya dilangsungkan lima tahun sekali. Sekiranya tak layak menjadi alasan mengapa kita berseteru dengan saudara sendiri. Jangan sampai tali persaudaraan terputus setelah Pemilihan kepala daerah berakhir. Jadi, beda pilihan itu boleh-boleh saja, tapi tetap saling menghormati. Toh, sejatinya kita memilih pemimpin daerah terbaik yang berjuang demi kepentingan rakyatnya. Siapapun yang terpilih kelak, ya itulah pemimpin yang terbaik dari yang ada saat ini.
Herman S